• Home  
  • Kritik Otokritik Adalah Hukum Perjuangan Pembebasan Nasional Bagi Setiap Bangsa Yang Ingin Memisahkan Diri Dari Penindasan.
- HAM - Solidaritas & Jaringan

Kritik Otokritik Adalah Hukum Perjuangan Pembebasan Nasional Bagi Setiap Bangsa Yang Ingin Memisahkan Diri Dari Penindasan.

Oleh: Varra Iyaba Syukur Bagimu Tuhan Allah Maha Kudus, Alam Semesta, dan Leluhur Bangsa Papua barat. Kau beri aku nafas hidup, beri aku rajin juga sampaikan maksudmu agar saya bisa dapat berkarya untuk negeri penuh susu dan madu. Tulisan ini saya mempersembahkan untuk seluruh kaum tertindas dan terlebih khusus pada seluruh aktivis Papua merdeka agar […]

Oleh: Varra Iyaba

  1. Pengantar

Syukur Bagimu Tuhan Allah Maha Kudus, Alam Semesta, dan Leluhur Bangsa Papua barat. Kau beri aku nafas hidup, beri aku rajin juga sampaikan maksudmu agar saya bisa dapat berkarya untuk negeri penuh susu dan madu. Tulisan ini saya mempersembahkan untuk seluruh kaum tertindas dan terlebih khusus pada seluruh aktivis Papua merdeka agar tidak melihat kritik outokritik sebagai bentuk penyerangan subyektif, tetapi upaya untuk memajukan gerakan revolusioner progresif. Dalam tulisan saya ini juga membagi beberapa referensi tentang manfaat kritik sesama kaum revolusioner dunia yang menguntungkan revolusi di beberapa negara.  

  1. Latar Belakang:

Gerakan perjuangan di Papua tidak melihat kritik otokritik sebagai salah satu prinsip pokok organisasi revolusioner untuk memajukan gerakan  perjuangan pembebasan nasional. Menurut KBBI, “kritik kecaman atau tanggapan, kadang – kadang disertai uraian dan pertimbangan baik buruk terhadap suatu karya atau pendapat.” Kritik merupakan alat perubahan perjuangan atau alat yang memampukan kita untuk menilai kelemahan, kekuatan atau kemajuan kita dalam perjuangan pembebasan nasional.

Gerakan perjuangan di dunia mana-pun memiliki prinsip kritik otokritik demi merajut persatuan dalam Front Nasional, organisasi Revolusioner, dan garis massa. Kita kalau lihat mengapa Karl Marx dan Michail Bakunin  saling mengingkritik satu sama lain karena Marx berpendapat bahwa “Negara masih dibutuhkan dalam transisi menuju komunisme. Negara akan berfunsi sebagai alat bagi kaum tertindas / proletariat untuk merebut kekuasaan dan membangun masyarakat sosialis.”

Sementara Michael Bakunin menentang segala bentuk negara, karena ia percaya bahwa negara adalah sumber penindasan dan ekploitasi. Ia menilai bahwa “masyarakat yang adil dan bebas dapat di capai tanpa adanya negara, dengan adanya masyarakat yang mengatur diri sendiri melalui asosiasi sukarela.”

Kritik – otokritik antara Karl Marx dan Michael Bakunin pada ranah yang lebih ideologis dan politis demi membangun masyarakat sosialis / komunisme, dari sini kita bisa menganalisa bahwa mereka ini benar – benar memiliki budaya yang kental soal Kritik – otokritik.

Marx berpendapat bahwa negara adalah instrument penindasan, sementara Robet Owen, yang berfokus pada reformasi bertahap dan kesejahteraan,memandang perlunya bekerja di dalam sistem untuk memperbaiki kondisi kelas pekerja. 

Kritik Partai Bolshevik yang dipimpin oleh Lenin terhadap Partai Menshevik terlebih pada pandangan ideologi, politik, dan strategis. Partai Bolshevik menuduh Menshevik tidak memiliki strategi yang jelas dan ambisius dalam melakukan revolusi. Mereka percaya bahwa revolusi hanya bisa berhasil melalui aliansi dengan kaum tani dan tindakan yang lebih radikal. Menshevik di sisi lain, lebih memilih untuk bekerja sama dengan partai – partai borjuis dalam sebuah aliansi yang lebih luas. Tetapi partai Bolshevik memiliki keyakinan bahwa proletariat adalah kekuatan revolusioner utama dan harus mengambil alih kekuasaan melalui soviet – soviet mereka. Bolshevik percaya bahwa revolusi harus diikuti dengan pembentukan negara sosialis yang kuat dan terpusat. Mereka menentang gagasan – gagasan Menshevik tentang negara liberal yang lebih lemah dan birokratis, elitis, dan oportunis.

Kita kalau lihat lagi kritik Partai Komunis Tiongkok yang di Pimpin oleh Mao Zedong terhadap partai Liberal Kuomintang karena perbedaan pandangan ideologis memicu perang saudara. Mereka memiliki satu musuh yaitu imperialism jepang yang menguasai wilayah tiongkok, tetapi dalam perjuangan mengusir imperialisme asing tersebut,  mereka memiliki dasar pandangan ideologis yang berbeda. Setelah partai komunis Tiongkok dan Kuomintang mengusir imperialisme Asing /Jepang, perang saudara masih berlanjut karena pemerintahan pada waktu itu dipimpin oleh kelompok liberal Kuomintang, pada akhirnya perang saudara itu di menangkan oleh Partai Komunis Tiongkok yang dipimpin langsung Mao Tse Zedong mendirikan  Republik Rakyat Tiongkok (RRT), pada 1 Oktober 1949.

Surat kritik Che Guevara yang keras terhadap Fidel Castro pada tahun 1965, sebelum ia mengundurkan diri dari PPC dan melakukan perjalanan ke Kongo serta Bolivia untuk menyebarkan revolusi. Dalam surat itu, Ia menggungkapkan ketidaksetujuannya berbagai hal yang terjadi di Kuba setelah revolusi, termasuk pandangan tentang bagaimana revolusi seharusnya di lakukan dan dijalankan. Che Guevara memiliki pandangan yang berbeda dengan Fidel Castro  cara membangun masyarakat Sosialis, termasuk cara pendekatan terhadap revolusi itu sendiri. Ia merasa bahwa revolusi haruslah bersifat internasional tidak terbatas pada Kuba saja.

  1. Kritik Eksternal / Kritik Terhadap Negara  

Sosialisme muncul sebagai bentuk kritik terhadap reaksi kapitalisme abad ke – 19 dengan gerakan sosialis yang lebih kuat dan populer. Gagasan – gagasan awal tentang  sosialisme muncul di Prancis pada tahun 1830 – an, misalnya oleh Saint Simon, karena adanya perubahan sosial dan ekonomi akibat industri kapitalisme. Kemudian pada abad ke 19 berkembang pesat terutama setelah revolusi industri di Rusia pertama yang meletuskan Revolusi pada 1917 yang dipimpin oleh Lenin melalui partai Bolshevik. 

Partai Bolshevik di Rusia menentang Pemerintahan Tsar dan juga menentang keras terhadap kaum Melshevik yang berwatak  liberal  dan koservatif. 

Berbagai suku bangsa di dunia menentang pemerintahan atau negara karena didorong oleh pandangan politik dan ideologi untuk pembebasan nasional. Perlawanan mereka terpimpin dan terpusat karena ada penindasan, penghisapan, diskriminasi, marginalisasi, perbudakan, dan kemiskinan yang melanda tinggi. Pemberontakan atau perlawanan rakyat tertindas  di berbagai dunia terjadi sebagai bentuk kritik terhadap pemerintahan yang militeristik, kapitalistik, otoritarianisme dan fasis. Perjuangan rakyat dalam bentuk perlawanan fisik maupun agitasi revolusioner  adalah bentuk – bentuk kritik, dan  kebudayaan kaum tertindas di mana – pun. 

Kritik rakyat Papua terhadap sistem kolonialisme mulai muncul dari sejak tahun 60-an, dimulai dengan munculnya gagasan – gagasan tentang negara Papua Barat, sebagai bentuk kritik terhadap kolonialisme Belanda, Indonesia, dan Imperialisme Amerika Serikat yang memiliki nafsu ekonomi politik yang tinggi. Kritik orang Papua atas pencaplokan Papua Barat secara fisik dimulai dari sejak  1965, muncul OPM di Manokwari yang dipimpin langsung oleh Terryanus Aronggear, Ferry Awom, dan kawan – kawannya. Setelah itu perlawanan secara massif muncul tahun 70-an keatas karena orang Papua merasa bahwa penyerahan Administrasi  Papua Barat pada 1 Mei 1963, Pelaksanaan Penentuan Pendapat Rakyat (PEPERA) itu bentuk – bentuk forum yang tidak demokratis dan penuh manipulasi. Oleh sebab itu sampai sekarang ini orang Papua memiliki semangat nasionalisme yang massif menentang atas segala bentuk kebijakan pemerintahan Kolonialisme Indonesia di atas tanah Papua. 

  1. Kritik Internal Gerakan Perjuangan di Papua 

Kita tidak bisa menipu diri kita bahwa kita memiliki prinsip Kritik Otokritik (KOK),  tetapi kita harus jujur sampaikan bahwa ada beberapa organisasi gerakan di Papua anti kritik, tidak demokratis, menunjukan sikap elitis, birokratis, dan berwatak reaksioner. Organisasi gerakan di Papua melihat kritik sebagai penyerangan subyektif atau merusak perjuangan, kawan – kawan yang mengkritik terhadap organisasi perjuangan beberapa tahun belakangan ini  dipersekusi, ditangkap, diculik, diterror, diintimidasi, bahkan di tuduh sebagai penghianat terhadap perjuangan. 

Organisasi perjuangan di Papua masih melihat kritikan sebagai ancaman yang bisa membahayakan perjuangan, tetapi sekali lagi saya tegaskanbahwa organisasi gerakan perjuangan yang anti-kritik, akan membuat perjuangan terdegradasi / terdemoralisasi. Organisasi gerakan justru memperkokoh dan memelihara budaya – budaya gerakan perjuangan yang konservatif, kaku, ambigu, dan mempertahankan penyakit  yang ada dalam tubuh gerakan perjuangan. 

Dalam prinsip perjuangan revolusioner tidak ada istilah senior junior, adik kaka, tua muda, tuan  puan, atau orang berusia yang lebih  tua dan didewakan. Yang ada justu  kawan seperjuangan, tidak ada kelas satu maupun  dua di antara sesama anggota organisasi. Hal ini kadang membuat anggota organisasi berusia yang lebih muda takut mengkritik anggota organisasi berusia yang lebih tua, atau anggota organisasi takut kritik pimpinan organisasi. 

Di dalam organisasi revolusioner, tidak ada hierarki yang membedakan tinggi atau rendah. Kita semua adalah setara, kawan seperjuangan yang mempertaruhkan nyawa dengan nilai yang sama di hadapan penjajah. Mengenai etika dan moral formal, kita bisa menerapkannya di ruang lain, bukan di ruang perjuangan pembebasan nasional. Sebab, di dalam gelanggang perjuangan, kita tidak bisa terpaku pada etika formal. Jika kita menggunakan etika formal yang mengacu pada hubungan adik-kakak atau senior-junior, hal itu tentu akan menghambat kerja-kerja progresif dari perjuangan pembebasan nasional Papua Barat.

  1. Penutup:

Semoga Tulisan saya ini bermanfaat buat kemajuan perjuangan kita ke depan, Jika kawan – kawan  tidak sepakat dengan pandangan saya, maka kawan berhak untuk mengkritik balik melalui tulisan yang ilmiah dan obyektif tanpa harus bersifat reaksioner dan subyektif. secara. Saya senang dan suka ada balasan pendapat yang ilmiah dan obyektif, daripada kritik serabutan yang tidak terdidik dan mengunakan praktik premanisme dalam tubuh gerakan perjuangan pembebasan nasional. 

Tentang Aneta

Aneta lahir sebagai respons atas kekosongan itu. Kami adalah media alternatif yang hadir untuk mendokumentasikan, menyuarakan, dan memperjuangkan pengalaman serta pengetahuan perempuan Papua dan kelompok marjinal. 

Kontak: +62 …

Visi

“Aneta menjadi ruang berpikir, berlawan, dan bertutur bagi perempuan dan kelompok marjinal untuk masa depan yang adil, setara, dan tanpa diskriminasi.”

Aneta @2025